"Kalau hari ini nanam cabe diperbincangkan, saya ingin pendamping PKH nanti, orang-orang penerima PKH, kasih bibit, suruh nanam cabe, suruh nanem jagung, suruh jadi orang yang produktif," tegas Dedi.
Pernyataan tersebut mencerminkan kegelisahan Dedi terhadap munculnya mentalitas pasif di kalangan penerima bantuan, yang cenderung hanya mengandalkan bantuan pemerintah tanpa upaya untuk mandiri secara ekonomi.
"Dapat bantuan, jangan tumbuh kelas baru, yang menjadi pemalas hanya mengandalkan bantuan," pungkasnya.
Bantuan Harus Jadi Awal, Bukan Tujuan Akhir
Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa program seperti PKH sejatinya adalah “jembatan” untuk sementara waktu—bukan gaya hidup permanen. Menurutnya, para KPM harus diberdayakan agar bisa menghasilkan sesuatu, salah satunya lewat kegiatan pertanian sederhana di pekarangan rumah.
Cabai dan jagung dipilih bukan tanpa alasan. Kedua komoditas ini mudah dibudidayakan, memiliki permintaan pasar yang stabil, dan bisa menjadi sumber penghasilan tambahan yang menjanjikan.
Peran Pendamping PKH Ditantang Lebih Aktif
Dedi juga menyoroti peran pendamping PKH yang diharapkan tidak hanya menjadi pengawas administrasi, tetapi menjadi motivator dan fasilitator perubahan. Ia mendorong agar pendamping memberikan bibit, pendampingan teknis, serta memantau progres para KPM dalam menanam dan memanen hasilnya.
Langkah Berani Menuju Perubahan Sosial
Pernyataan ini menjadi seruan kuat bagi transformasi program bantuan sosial di Indonesia. Tidak hanya membagikan uang, tetapi mendorong semangat kerja, kreativitas, dan tanggung jawab sosial. Jika diimplementasikan dengan baik, ide ini bisa mengubah wajah bantuan sosial dari yang bersifat konsumtif menjadi produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar