Kebijakan ini bersifat strategis dan bisa mengalami penyesuaian pemerintah.
1. Tujuan utama kebijakan 2026
Pemerintah menargetkan agar angka kemiskinan ekstrem “hampir 0 %” dan angka kemiskinan secara keseluruhan turun ke di bawah 5 % pada tahun 2029.
Untuk mencapai itu, pemerintah mengubah fokus dari hanya memberikan bantuan sosial (bansos) pasif ke arah pemberdayaan ekonomi dan kemandirian keluarga.
Contoh: untuk PKH, tahun 2026 ditargetkan ada ~300 ribu keluarga penerima (KPM) yang “naik kelas” atau “graduasi” dari program, artinya mereka diharapkan tidak lagi bergantung pada bantuan sosial dan mendapatkan akses pemberdayaan selanjutnya.
2. Perubahan mekanisme dan data penerima
Data penerima bantuan akan mulai menggunakan sistem baru, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menggantikan sistem sebelumnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Terdapat proses verifikasi ulang: misalnya, ada dialihkannya kuota bagi sekitar 4,2 juta penerima yang dianggap kurang layak ke penerima yang lebih tepat sasaran (lansia tunggal, penyandang disabilitas, rumah tidak layak huni).
Dengan demikian, kriteria penerima BPNT/PKH mengalami penajaman agar bantuan semakin tepat sasaran.
3. Implikasi untuk KPM PKH dan BPNT
a) KPM PKH
Dengan target “graduasi” ~300 ribu keluarga di 2026, maka KPM yang dianggap sudah cukup kemandiriannya akan dipersiapkan untuk keluar dari program PKH.
Setelah keluarnya dari PKH, KPM akan diarahkan ke program pemberdayaan (misalnya pelatihan, akses pembiayaan usaha kecil, pengembangan kapasitas ekonomi) seperti program PPSE dan Program Kementerian Koperasi agar dapat berdiri sendiri.
b) KPM BPNT
Kebijakan tetap bahwa bantuan pangan non tunai diberikan melalui mekanisme elektronik (akun/rekening).
KPM perlu mempersiapkan diri agar memenuhi kriteria baru, karena bila data diperbarui dan KPM tidak lagi memenuhi syarat, bisa terjadi perubahan status bantuan.
Sumber:
Media Indonesia, Metronews.com, Merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar